OLEH DANUR LAMBANG PRISTIANDARU
Penyebaran hoaks terjadi secara masif saat Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Sejak Agustus 2018 hingga 25 April 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menemukan 1.645 konten hoaks yang terkait pilpres dan pemilu. Sedangkan sepanjang Agustus 2018 hingga 30 September 2019, Kemenkominfo mencatat ada 3.356 hoaks. Dari jumlah tersebut, hoaks terkait pemilu dan pilpres mendominasi.
Salah satu isu yang kerap dicatut sebagai hoaks yakni hasil hitung cepat atau quick count Pilpres 2019. Hoaks mengenai quick count Pilpres 2019 sangat beragam.
Sejumlah hoaks telah ditangkal atau di-debunk oleh beberapa pihak, antara lain tim cek fakta media massa, cekfakta.com, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia atau Mafindo, turnbackhoax.id, dan Kemenkominfo.
Debunking adalah cara kerja pemeriksa fakta dalam menyajikan fakta kepada pembaca. Akan tetapi, cepatnya peredaran hoaks terkait quick count biasanya tidak secepat debunking. Oleh karena itu, penting untuk tidak langsung memercayai setiap informasi quick count yang disebar secara tendensius. Bisa jadi, itu adalah hoaks.
Di satu sisi, quick count bukanlah hasil resmi dari pemungutan suara. Hasil resmi dari Pilpres dan Pemilu tetaplah real count atau hitung resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Biasanya, hoaks mengenai quick count terkait pilpres dan pemilu memiliki modus dan trik yang berulang, berikut ini contohnya.
- Tanpa sumber yang jelas
Beberapa hoaks terkait quick count dibuat secara serampangan melalui berbagai medium, salah satunya media sosial. Pembuatannya dilakukan tanpa mencantumkan sumber yang jelas.
Contohnya, pada Pilpres 2019 sempat ada unggahan di media sosial yang menyebutkan BMKG merilis hasil quick count yang hasilnya berbeda dengan lembaga quick count lain.
Unggahan tersebut telah di-debunking oleh Kemenkominfo. BMKG merupakan lembaga pemerintah non-departemen yang bertugas di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika. Sehingga, kerja BMKG tidak bersinggungan dengan pemilu, apalagi melakukan survei.
Selain itu, pada Pilpres 2014 beredar unggahan di BBM dan Twitter dengan narasi hasil quick count dalam pemungutan suara di luar negeri.
Unggahan tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tidak ada lembaga survei resmi yang menaungi dan tidak dijelaskan metodologi surveinya. Hoaks ini sudah di-debunking oleh media online Kawanua Post.
- Mencatut nama media
Trik dan modus hoaks terkait quick count lainnya adalah dengan cara menyunting judul berita dari media, baik itu media cetak atau media online. Terkadang, penyuntingan juga dilakukan dengan mengganti foto.
Akun Instagram @ayuning28 pada 18 April 2019 membuat unggahan mengenai quick count yang memenangi salah satu paslon dengan mencatut Tirto.id.
Faktanya unggahan itu merupakan hasil manipulasi dengan mengubah informasi yang terdapat dalam situs melalui “inspeksi elemen”. Konten ini sudah di-debunking oleh turnbackhoax.id.
Selain itu pada 2014, beredar narasi hasil survei Gallup Poll, lembaga survei di AS tentang kemenangan Prabowo-Hatta atas Jokowi-JK di iReport CNN. Dalam gambar yang beredar, pasangan Prabowo-Hatta unggul dengan perolehan 52 persen sedangkan Jokowi-JK mendapat 41 persen.
Narasi tersebut awalnya dimuat pada bagian iReport CNN dengan judul “Indonesians Predict Prabowo Will Be Next Indonesia President”. iReport diketahui bukan berita resmi CNN, melainkan blog pengguna situs berita tersebut. Hoaks ini sudah di-debunking oleh Tempo.co.
- Manipulasi hasil quick count
Beberapa hoaks mengenai quick count adalah hasil manipulasi dari sumbernya. Bentuk manipulasinya macam-macam, mulai dari “inspeksi elemen” hingga mengubah foto dari hasil quick count.
Salah satu bentuk hoaks yang beredar luas kala itu dan mendapat respons yang banyak adalah manipulasi hasil quick count.
Contohnya, akun Twitter @gontaliem mengunggah foto rekapitulasi hasil quick count dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi pada 17 April 2019 pukul 16.52 WIB.
Akun tersebut juga menyebarkan propaganda terkait kredibilitas lembaga survei yang mengunggulkan kemenangan pasangan calon (paslon) lain dalam Pilpres 2019.
Klaim tersebut di-debunking oleh Beritagar.id yang menggarisbawahi bahwa BPN memang merilis hasil quick count mereka.
Namun, angka yang dimunculkan dalam unggahan @gontaliem tidak sesuai dengan klaim BPN. BPN merilis hasil quick count Prabowo-Sandi per 15.45 WIB yakni 55 persen, sementara dalam foto tertulis 62,1 persen.
- Tendensius dan menghasut
Muncul unggahan bahwa lembaga survei sengaja memenangkan salah satu pasang calon untuk mengalihkan perhatian publik dan memancing emosi pasangan calon lain.
Hal itu bertujuan untuk membuat kecurangan pada hasil pilpres. Unggahan ini hoaks dan sudah di-debunking oleh Kemenkominfo.
Selain itu, akun Twitter @IreneViena menyebut hasil quick count harus ditolak karena lembaga survei yang mengikuti tidak kredibel, manipulatif, dan sering meleset.
Atas tersebarnya twit tersebut, cukup banyak komentar warganet lain yang mengungkapkan ketidakpercayaan pada lembaga survei.
Twit tersebut di-debunking oleh KBR. Hasil quick count dari lembaga survei yang kredibel tidak berbeda jauh dari real count KPU.
Eks Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Rustam Ibrahim melalui akun Twitternya menyebutkan, hasil quick count selalu akurat memprediksi hasil pemilu.
Partisipasi lembaga survei
Pendiri lembaga survei Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio mengatakan, partisipasi lembaga survei penting untuk mengawasi dan memantau hasil pemilu. Dia menuturkan, quick count merupakan instrumen survei yang memiliki margin of error di bawah satu persen.
“Untuk quick count walau ada (kata) quick-nya (cepat), kita tetap harus hati-hati. Jangan asal quick,” kata Hendri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (29/12/2022).
Metodologi yang dipakai untuk menggelar quick count juga sangat ketat, mulai dari penentuan sampel yang diacak dengan jumlah yang besar hingga verifikasi berlapis. Penentuan sampel pun tidak sekadar diacak tapi juga harus memperhatikan proporsi pemungutan suara. Hendri menuturkan, hasil quick count dari lembaga survei yang kredibel tidak pernah berbeda jauh dengan hasil real count. Bahkan, lanjut Hendri, beberapa lembaga survei dalam gelaran pesta demokrasi hasil quick count-nya mendekati real count KPU.
Cek kebenaran informasi
Pola penyebaran, trik, dan modus dari hoaks terkait quick count saat pilpres dan pemilu cenderung berulang. Para pembaca dan masyarakat Indonesia perlu mencermatinya dengan melakukan pengecekan dari sumber resmi seperti media mainstream, lembaga cek fakta independen, dan website pemerintah.
Saat ini, sudah ada banyak kanal cek fakta yang membantu untuk mencari kebenaran sebuah informasi. Beberapa media juga memiliki tim cek fakta sendiri seperi Kompas.com, Tempo.co, Liputan6.com, dan lainnya.
Pembaca juga bisa melihat lembaga survei mana saja yang kredibel dan mendapat izin untuk melakukan quick count dari KPU. Biasanya, KPU mengumumkan daftar lembaga survei yang mendapat izin untuk menyelenggarakan quick count saat pilpres atau pemilu.
Selain itu, pembaca bisa mencari kevalidan sebuah informasi di internet salah satunya adalah website cekfakta.com atau turnbackhoax.id.
REFERENSI: https://www.kompas.com/cekfakta/read/2023/01/16/130100182/waspadai-hoaks-terkait-hasil-quick-count-pemilu?page=all#page4