Siapa saja bisa menjadi korban hoaks menjelang pemilu, termasuk Orang Dengan Gangguan Jiwa atau ODGJ. Pada pemilu lalu, penyintas ODGJ pernah difitnah dengan berita simulasi ODGJ diangkut ke TPS, 13 juta ODGJ dituduh mencoblos dengan intervensi, dan penyintas ODGJ diajak membuat KTP untuk memilih presiden.
Bagaimana sebenarnya hak pilih bagi ODGJ dalam pemilu? Hak pilih ODGJ dijamin di dalam UUD 1945, UU Hak Asasi Manusia, dan UU Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Adapun sebagian ODGJ yang tidak boleh memilih itu adalah ODGJ yang dalam kondisi halusinasi dan delusi yang kuat, sehingga tidak bisa membedakan realitas. Biasanya kondisi ini membuat ODGJ sulit untuk diajak berpikir, dan hal ini juga harus disertai surat keterangan dari Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (Psikiater).
ODGJ berat seperti Skizofrenia juga bisa pulih dan stabil. Kondisi ODGJ seperti ini tetap mampu berpikir, memahami situasi, menentukan pilihan dan bersikap dengan baik.
Jadi, selama ODGJ dalam kondisi stabil dan cukup baik, maka orang tersebut masih bisa memilih secara langsung dengan datang sendiri tidak diwakili oleh orang lain. Tak perlu pakai surat keterangan dari psikiater. Surat keterangan dari psikiater hanya untuk menegaskan bahwa yang bersangkutan tak bisa memilih karena kondisinya.
Mari kita hormati hak pilih ODGJ dalam pemilu, jangan termakan dengan narasi hoaks yang menyudutkan mereka.