Halo, kawan antihoaks. Debat Cawapres dan Capres sudah bergulir, hal ini juga disertai serta persebaran isu provokatif dan hoaks di media sosial. Para penyebar hoaks dan provokasi tidak hanya dari kalangan masyarakat sipil, tetapi juga dari politisi.
Beberapa waktu lalu pascadebat cawapres, Roy Suryo yang merupakan seorang politisi dan mantan menteri pemuda dan olahraga (2013-2014) terlibat menyebarkan hoaks di akun X miliknya, ia mengatakan bahwa mikrofon yang digunakan saat debat cawapres berbeda dengan mikrofon yang digunakan oleh Cak Imin dan Mahfud MD. Setelah penelusuran oleh tim Turnbackhoax, ternyata mic yang digunakan oleh seluruh cawapres berjumlah sama yang sama.
Dilansir dari liputan 6, panitia tv penyelenggara debat menyatakan semua cawapres menggunakan 3 mikrofon itu, yakni:
1. Mikrofon skin tone countryman yang menempel di pipi melalui cantolan telinga dan kabelnya melingkar di belakang leher peserta.
2. Clip-on bodypack, menempel di baju juga dengan transmitter bodypack yang dipasang di celana atau pinggang bagian belakang atau saku celana peserta.
3. Terakhir, mikrofon tangan WHM (wireless handheld microphone) yang diletakkan di tiap podium peserta.
Dilansir dari detik news, sebenarnya, dalam penyelenggaraan debat capres dan cawapres di TV, pihak KPU yang diwakili oleh ketua, Hasyim Asy’ari, telah memberi syarat kepada pihak konsorsium tv tentang asas kesetaraan, yaitu dari jumlah mikrofon, volume, waktu penyampaian, dan jumlah tim pendukung. Jadi, tidak mungkin salah satu pihak akan mendapatkan hak istimewa saat pelaksanaan debat capres ataupun cawapres.
Lalu, kenapa menggunakan 3 mikrofon? Dikutip dari Detik News, menurut pihak televisi, hal ini untuk mengantisipasi jika terjadi proses malfungsi terhadap salah satu mikrofon saat live debate berlangsung.
Dalam prebunking, kita seharusnya sudah mempelajari bahwa hoaks seperti ini bisa saja terjadi karena untuk mengecoh masyarakat agar semakin membenci calon tertentu dan penyelenggara KPU, sehingga tidak menutup kemungkinan akan ada hoaks dengan pola-pola serupa yang akan menyerang para capres dan cawapres di putaran debat selanjutnya. Jangan sampai kita tidak kritis hanya kara fanatisme mendukung calon tertentu, karena siapapun bisa menjadi korban atau pelaku penyebar hoaks di momen politik.