Cegah Hoaks Korupsi Jelang Pemilu 2024, Menyudutkan Politisi dengan Data Palsu

Photo of author

By Editor

OLEH RISMAN TAHARUDIN

HOAX jelang pemilu 2024 biasanya menggunakan klaim-klaim tetapi menggunakan data palsu. 

Jelang pemilihan umum (Pemilu) 2024, masyarakat perlu mewaspadai kehadiran berita bohong atau hoaks serta propaganda.

Jenis berita hoaks atau propaganda bisa berupa informasi bohong soal korupsi. Hoaks ini biasanya menyebar di media sosial.

Tidak jarang, juga memalsukan judul utama media-media pers arus utama. Tujuannya agar hoaks yang disebar, menjerat banyak masyarakat.

Tahun 2019 adalah bukti bagaimana Pemilu saat itu diramaikan oleh konten hoaks. Konten-konten ini begitu mudah beredar di ruang-ruang publik.

Misalnya pada debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) saat itu.

Paslon nomor urut 1 Jokowi-Ma’ruf Amin mempertanyakan ke paslon 2 Prabowo-Sandi terkait sejumlah calon legislative eks koruptor dari Partai Gerindra.

Jokowi mengutip daftar caleg eks koruptor yang dikumpulkan Indonesia Corruption Watch (ICW). Versi ICW, ada 40 caleg mantan napi korupsi yang berlaga di kontestasi Pemilu 2019. Enam di antaranya dari Gerindra. “Jokowi sebut enam caleg eks koruptor dari Gerindra”.

Faktanya, ICW mengungkapkan hanya ada enam caleg dari Gerindra yang pernah menjadi napi kasus tipikor. Yakni, Mohamad Taufik (dapil DKI 3), Herry Jones Kere (dapil Sulut), Husen Kausaha (dapil Malut), Al Hajar Syahyan (dapil Tanggamus), Ferizal (dapil Belitung Timur), dan Mirhamuddin (dapil Belitung Timur).

Data yang disebar lewat Twitter dicuitkan pada 5 Januari 2019 lalu. “40 caleg MANTAN NAPI KORUPSI yang sedang berlaga mendapatkan bangku wakil rakyat. Catat ya tweeps! #koruptorkoknyaleg,” cuit akun resmi ICW (@antikorupsi).

Data yang disampaikan ICW diungkapkan ke publik lewat akun @antikorupsi. Data ICW inilah yang dikutip oleh Jokowi untuk menanyakan perihal pemberantasan kasus korupsi kepada Prabowo Subianto yang juga Ketum Partai Gerindra.

Jelang Pilpres 2019, media social pun diramaikan dengan unggahan-unggahan terkait informasi tidak benar dan kritikan terhadap keburukan masa lalu tiap calon presiden.

Salah satunya yang sedang viral di media sosial adalah sebuah video berjudul “Rekening Gendut Jokowi di Luar Negeri Tidak Dilaporkan”.

Dalam video itu ditampilkan Ketua Progres 98, Faizal Assegaf yang menyebutkan ada 32 rekening milik capres Joko Widodo dan istrinya, Iriana Joko Widodo, di beberapa bank di luar negeri yang bernilai hingga 8 juta dolar AS.

HOAX-- 03
.

Faktanya, berita tersebut merupakan isu lama yang diangkat lagi pada tahun ini menjelang pilpres 2019, tepatnya di sebuah akun Facebook pada tanggal 10 Februari 2019.

Isu tentang presiden Jokowi dan istrinya yang memiliki 32 rekening di 20 bank luar negeri muncul pertama kali pada tahun 2014 dan sudah dinyatakan “clear” oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). “32 Rekening Milik Presiden Joko Widodo dan Istrinya di 20 Bank Luar Negeri”

Kasus Hoaks terkait pencapresan pada pemilu 2019 tidak hanya tertuju pada Joko Widodo saja melainkan isu itu juga digulirkan kepada SBY dan AHY tersangkut kasus korupsi, Informasi Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono bersama Agus Yudhoyono tersangkut kasus Korupsi beredar di media social.

Faktanya, Cek Fakta Liputan6.com menelusuri kabar Anies Baswedan jadi tersangka korupsi triliunan rupiah di DKI Jakarta. Penelusuran dilakukan dengan memasukkan kata kunci “anies baswedan tersangka korupsi” di kolom pencarian Google Search.

Hasilnya, tidak ada artikel dari media arus utama yang mengabarkan informasi tersebut. Penelusuran juga dilakukan dengan mengunjungi akun Instagram resmi milik Anies Baswedan, @aniesbaswedan.

Akun Instagram @aniesbaswedan terlihat masih mengunggah konten lewat fitur Instagram Stories. Pada konten tersebut, Anies terpantau tengah menjadi pembicara di sebuah seminar di NTU Institute of Science and Technology for Humanity (NISTH), Singapura.

Informasi bohong atau hoaks masih berseliweran di media sosial atau medsos. Hal ini dianggap berbahaya bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terlebih tahun politik 2024 sudah didepan mata.

Data Kominfo: Jumlah Hoaks Korupsi Jelang Pemilu

Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menangani dan memberantas ribuan konten hoaks yang berkaitan dengan politik hingga 4 Januari 2023. Hal itu sebagai upaya menjaga ruang publik jelang Pemilu 2024.

Johny G Plate mengungkapkan, hingga 4 Januari 2023 informasi yang terkait dengan hoaks sudah dilakukan penutupan atau penanganan konten sebanyak 1.321 hoaks politik, penanganan hoaks politik dilatari pertimbangan Pemilu sebagai puncak demokrasi menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk menentukan arah bangsa ke depan.

Mafindo baru saja merilis laporan jumlah hoaks yang berhasil didata dan diverifikasi pada 2018 hingga Januari 2019.

Pada 2018, jumlah hoaks terdata mencapai 997 buah dengan 488 hoaks atau 49,94 persen bertema politik. Pada Januari 2019, jumlah hoaks mencapai 109 buah dengan 58 diantaranya bertema politik.

Septiaji, mengatakan meningkatnya jumlah hoaks dengan tema politik yang berhasil diverifikasi, berpotensi mengancam kualitas pesta demokrasi.

Dari 259 hoaks bertema politik pada paruh kedua 2018, pasangan Jokowi-Amin disasar 75 buah hoaks dan Prabowo-Sandi menerima 54 hoaks.

Pada Januari 2019 saja, ada 58 hoaks politik, dimana 19 hoaks merugikan Jokowi-Amin dan 21 hoaks menyasar Prabowo-Sandi.

Data jumlah hoaks oleh Kominfo RI.

Mafindo juga mencatat, Facebook masih menjadi platform media sosial yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan hoax.

Twitter dan WhatsApp berada di bawahnya, namun dalam jarak cukup jauh. Sebagai contoh, pada Januari 2019, 49.54 persen hoaks ada di Facebook, 12,84 persen di Twitter dan 11, 92 persen melalui WhatsApp.

Santi Indra Astuti, Ketua Komite Litbang Mafindo, menjelaskan pada Januari 2019, sebanyak 34,86 persen hoaks berupa narasi saja, gabungan foto dan narasi sebanyak 28.44 persen dan gabungan video narasi sebanyak 17.43 persen.

Lima langkah sederhana yang bisa membantu dalam mengidentifikasi mana berita hoax dan mana berita asli. Berikut penjelasannya:

  1. Hati-hati dengan judul provokatif

Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.

Oleh karenanya, apabila menjumpai berita denga judul provokatif, sebaiknya Anda mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan demikian, setidaknya Anda sebabagi pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.

  1. Cermati alamat situs

Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi -misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.

Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita.

Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.

  1. Periksa fakta

Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat. Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh.

Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.

  1. Cek keaslian foto

Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.

Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.

  1. Ikut serta grup diskusi anti-hoax

Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.

Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.

Mencegah Terjadinya Penyebaran Informasi Palsu.

  1. Temukan sumber informasi terlebih dahulu

Hal pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa dari mana informasi itu berasal. Mungkin ada beberapa opsi di sini. Outlet media, blogger, saluran messenger, dan komunitas di jejaring sosial biasanya memiliki semacam reputasi.

Penting untuk dipahami bahwa bahkan sumber yang paling bereputasi sekali pun dapat mempublikasikan informasi yang masih dapat diperdebatkan. Tahap verifikasi ini terutama diperlukan untuk menyaring sumber yang “tidak dapat dipercaya” secara mutlak.

  1. Temukan tautan ke sumber utama

Setiap informasi yang diklaim dapat dipercaya harus mengandung tautan ke sumber asli. Artikel atau posting tanpa tautan seharusnya belum dapat dikonfirmasi kebenarannya. Langkah selanjutnya adalah memeriksa tautan itu sendiri. Semuanya tergantung pada spesifikasi bahan.

Misalnya, jika sebuah teks menggambarkan beberapa peristiwa di suatu negara, teks tersebut harus berisi tautan ke publikasi lokal dalam bahasa aslinya. Referensi ke publikasi resmi atau studi ilmiah juga merupakan tanda keabsahan informasi yang baik.

  1. Melakukan pengecekan fakta

Setiap teks, video, atau materi audio memiliki fakta tertentu yang dapat diverifikasi oleh sumber lain. Seringkali ini adalah nama, tanggal, lokasi geografis, beberapa fakta ilmiah, dan sebagainya. Data ini dapat diverifikasi dengan pencarian Internet secara cepat.

Perusahaan mesin pencari bahkan akan memberitahu Anda lebih banyak tentang semua fitur pencarian yang lebih kompleks. Misalnya, materi ini akan membantu Anda memahami cara mencari informasi di Google dengan benar. Jika Anda menemukan lebih dari dua atau tiga ketidakakuratan, teks tersebut mungkin tidak layak dipercaya.

  1. Mencari tahu agenda sumber

Tiga tip pertama melibatkan pengecekan fakta, tetapi di luar itu, pola/gaya informasi yang disajikan adalah penting. Bahkan jika penulis tidak menyebarkan kebohongan langsung, penekanan yang tepat dan fakta yang dipilih dengan cermat dalam sebuah artikel dapat mendistorsi gambaran dan mempengaruhi pendapat pembacanya.

Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan bias atau agenda sumber karena akan membantu Anda menimbang informasi yang diterima secara lebih objektif.

  1. Memperhatikan detail

Gambar dapat diubah menggunakan Photoshop dan alat pengeditan lainnya. Untuk melihat apakah gambar telah diubah, coba cari gambar orisinil dengan pencarian gambar Google atau TinEye.

Bahkan pencarian cepat di Internet pada kata-kata pertama biasanya membantu untuk melihat gambaran lengkap dan memahami apa yang sebenarnya ingin dikatakan seseorang.

  1. Mencari keberagaman kasus

Ketika datang ke teks-teks yang merujuk pada beberapa dugaan fenomena massa, seperti berita bahwa “setelah vaksinasi, orang kehilangan kemampuan untuk hamil,” Anda dapat mulai mencari semua sumber yang ada untuk pertanyaan ini.

Sebaiknya fokus pada hal-hal seperti nama, usia atau saksi mata, serta tempat dan tanggal acara. Jika detail kunci seperti itu dalam cerita mengalami kecocokan secara berulang, kemungkinan itu adalah kasus tunggal, dan bukan fenomena massal yang mereka coba yakinkan.

  1. Gunakan sumber daya yang andal dalam verifikasi informasi

Tentu saja, tidak mungkin untuk memeriksa setiap teks yang kita lihat di Internet. Selain itu, seringkali tidak perlu karena para profesional telah melakukannya untuk Anda.

Pemeriksa fakta berita berbahasa Inggris yang terpercaya seperti Snopes dapat memisahkan mana berita palsu dan yang tidak, sumber daya menggunakan sistem peringkat kompleks yang membantu Anda memahami apakah sebuah informasi adalah benar, bohong belaka, atau hanya kesalahan. Snopes menyelidiki cerita dari berbagai topik: budaya dan sejarah, ilmiah, dan politik.

Perlu diingat bahwa seperti sumber online lainnya, pemeriksa fakta juga melakukan kesalahan, itulah sebabnya sangat penting untuk dapat memeriksa informasi secara mandiri. Dengan mata yang terlatih, Anda akan segera mengerti di mana letak kesalahan dalam penalaran sebuah pesan.

Tidak semua kebohongan adalah kebohongan yang disengaja. Mereka sering muncul karena kesalahan umum. Siapa pun dapat mempercayai informasi palsu, tidak peduli apapun latar belakang seseorang. Maka pastikan untuk selalu memeriksa informasi, tidak perlu semuanya, setidaknya yang paling mempengaruhi hidup Anda.

Artikel ini merupakan liputan yang didukung oleh Google News Initiative bersama cekfakta.com, AJI Indonesia, AMSI, dan MAFINDO.

REFERENSI: https://gorontalo.tribunnews.com/2023/03/16/cegah-hoaks-korupsi-jelang-pemilu-2024-menyudutkan-politisi-dengan-data-palsu?page=all

Tinggalkan komentar