OLEH MELBA FERRY
Penyebaran informasi bohong alias hoaks, saat ini menjadi perhatian semua kalangan. Apalagi, menjelang tahun politik, Pemilu 2024. Pada pemilu sebelumnya, Pemilu 2019, banyak informasi bohong menyebar melalui media sosial, di antaranya Twitter.
Tahukah Anda, sebuah riset yang dilakukan Massachusetts Institute of Technology (MIT) tahun 2018, Twitter merupakan salah satu platform dengan penyebaran kabar hoaks enam kali lebih cepat ketimbang berita aslinya.
Penelitian ini melibatkan enam lembaga pemeriksa fakta yakni factcheck.org, hoax-slayer.com, politifact.com, snopes.com, truthorfiction.com, dan urbanlegends.about.com dengan melibatkan tiga juta orang dengan jumlah twit sebanyak 4,5 juta kali dari tahun 2016-2017.
Studi ini menemukan, informasi bohong yang disebarkan lagi alias retweet 70 persen lebih banyak ketimbang berita yang asli. Selain itu, butuh waktu enam kali lebih lama bagi berita asli menjangkau 1.500 orang ketimbang berita palsu.
Sementara itu, dalam hal rantai retweet yang tak terputus, informasi palsu 10 kali lebih banyak dan 20 kali lebih cepat dibandingkan akun yang me-retweet berita asli.
Contoh Hoaks yang Pernah Menyebar di Twitter
Anda pasti masih ingat penyebaran hoaks soal tujuh kontainer surat suara tercoblos jelang Pemilu 2019. Informasi ini pertama kalinya menyebar di Twitter pada Januari 2019, kemudian di-retweet banyak akun hingga isunya membesar. Padahal, informasi ini tidak benar.
Ada banyak contoh hoaks lainnya yang bermula dari sebaran informasi di Twitter. Salah satunya, ketika aktivis Ratna Sarumpaet menyebarkan kebohongan soal tindak kekerasan yang dialaminya. Pengakuan Ratna teramplifikasi lebih luas setelah dibagikan melalui Twitter oleh sejumlah akun figur publik dan politisi.
Modus lain penyebaran hoaks adalah dengan membagikan tangkap layar atau screenshoot unggahan Twitter dari sebuah akun, yang sebenarnya fake tweet. Perlu diketahui, saat ini ada aplikasi yang bisa mengedit seolah sebuah unggahan twit itu nyata.
Oleh karena itu, perlu kewaspadaan dan tak mudah percaya dengan informasi yang disebarkan. Menjelang Pemilu 2024, jangan terjebak dengan informasi-informasi yang tidak bisa Anda pastikan kebenarannya. Informasi-informasi bohong kemungkinan masih akan menyebar di banyak platform media sosial pada tahun politik.
Kalau kita telisik lebih jauh, ada beberapa alasan di balik konten mis dan disinformasi seperti ini sengaja dibuat. Alasan itu di antaranya, buat lucu-lucuan, untuk tujuan provokasi, untuk tujuan partisipanship, untuk cari cuan atau dapat uang (clickbait untuk tujuan iklan), untuk tujuan gerakan politik tertentu, untuk mem-propaganda-kan termasuk cara kerja jurnalisme yang lemah.
Apa yang bisa kita lakukan dan apa yang harus kita waspadai?
Jadi “Detektif” Twitter!
Kita bisa menjadi “detektif” Twitter dengan melakukan filter mandiri dan menganalisis twit-twit yang kita jumpai. Jangan terkecoh dan gampang tersulut emosi ketika menemukan twit yang memprovokasi. Cek dulu kebenaran informasinya. Selain itu, Anda juga bisa melakukan analisis mandiri terhadap akun yang menyebarkan informasi itu.
Ketahui, di media sosial, termasuk Twitter, ada akun-akun anonim. Akun-akun ini tidak menggunakan foto dan identitas asli. Kita perlu cermat melihat unggahan-unggahan yang disebarkan.
Gunakan tools Twitter advanced search (https://twitter.com/search-advanced?lang=en). Tools bisa gunakan ini untuk menyelisik apakah seseorang pernah mengunggah twit seperti yang kita temukan.
Melalui tools ini, Anda juga bisa menganalisis akun itu, terkait beberapa hal ini:
- Apa tweet pertamanya?
- Siapa saja yang mereka ikuti? Atau follower-nya.
- Apakah mereka terkait ke profil sosmed lain?
- Melihat twit lama pada periode tertentu
- Pengaturan lebih banyak, termasuk bahasa, tanggal, lokasi, dsb
- Bisa mencari langsung ke akun sasaran
- Tidak bisa memantau banyak hashtag dalam waktu yang cepat dan update, perlu diketik ulang
- Lebih banyak digunakan untuk pencarian twit terdahulu
Selain itu, ada perangkat lain yaitu, Twopcharts (https://twopcharts.com/). Dengan perangkat ini, Anda bisa menemukan informasi detil tentang sebuah akun, dan menganalisis aktivitas akun tersebut untuk mengetahui apakah akun ini anonim, dikendalikan manusia atau boot.
Jadi, ketika menemukan unggahan dari sebuah akun yang Anda curigai sebagai akun anonim, lakukan penelusuran terhadap akun tersebut sebelum mempercayai informasi yang dibagikannya.
Cara Mengecek Informasi di Media Sosial
Penyebaran sebuah informasi yang terindikasi hoaks atau berita bohong sebenarnya bisa dilakukan oleh masing-masing individu, dengan melakukan telaah lebih dalam terhadap infomeasi yang disebarkan atau informasi yang diterima, sekiranya, kebenarannya meragukan.
Adapun beberapa cara untuk memfilter informasi di media sosial, lakukan sejumlah hal ini:
- Telaah judul atau narasi yang provokatif
- Cermati alamat situs atau akun sosial media
- Melakukan pemeriksaan fakta secara mandiri dengan memanfaatkan tools yang tersedia di internet. Jika perlu konfirmasi langsung ke sumbernya.
- Selalu cek keaslian foto ketika menerima informasi yang provokatif.
- Perkuat literasi dengan aktif ikut serta dalam diskusi grup anti-hoaks.
- Pastikan kebenaran informasi hoaks yang sudah dilakukan pengecekan fakta. secara komprehensif di situs-situs tertentu. Salah satunya situs cekfakta.com.
- Pastikan tidak mudah men-share informasi yang belum jelas kebenarannya di sosial media.
Di Indonesia, sejumlah media sudah memiliki kanal cek fakta sendiri, seperti Tempo.co, Kompas.com, Suara.com, Tirto.id, maupun komunitas pengecekan fakta Mafindo. Atau, Anda juga bisa mengecek informasi yang sudah dicek fakta melalui kanal kolaborasi sejumlah media, www.cekfakta.com.***[Melba]