Jangan Terjebak, Kenali Hoaks Mendelegitimasi KPU Jelang 2024

Photo of author

By Editor

OLEH MUHAJIR S MATULU

Tangkapan layar cekfakta.com mengenai konten hoaks Komisioner KPU dan Bawaslu memberikan dukungan kepada Jokowi-Ma’ruf pada Pemilu 2019. Konten Hoaks ini mempengaruhi kepercayaan publik terhadap KPU sebagai penyelenggara Pemilu

Tim AIS Kementerian Kominfo menemukan 3.356 hoaks selama 14 bulan mulai dari periode Agustus 2018-30 September 2019. Bila dirata-ratakan, maka banyaknya haoks beredar setiap bulannya sebanyak 239-240 hoaks. Jika dibagi 31 hari (asumsi satu bulan) maka dalam sehari, setidaknya ada 7 hoaks beredar.

Dalam waktu 14 bulan itu, Kominfo menemukan 916 hoaks isu politik beredar. Kembali bila dirata-ratakan, maka ada 65 hoaks politik setiap bulan. Isu politik menjadi perhatian karena jumlah hoaks paling besar dibandingkan jenis hoaks lainnya. Jumlah ini hampir 30 persen dari total 3.356 hoaks selama 14 bulan.

Temuan isu hoaks oleh Tim AIS, Kementerian Kominfo (Foto: Dok. Kominfo)

Dari sekian banyak informasi hoaks tentang politik yang tersebar tersebut, banyak diantaranya dibuat sebagai upaya mendelegitimasi pelaksanaan pemilu dan penyelenggara pemilu dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Tentu kita masih ingat dengan informasi hoaks mengenai 7 kontainer di Tanjung Priok yang dikabarkan berisi jutaan surat suara yang telah tercoblos pada kolom pasangan calon presiden dan cawapres nomor urut 01, Jokowi-Ma’ruf.

Iya, informasi hoaks yang tersebar pada 3 Januari 2019, beberapa pekan menjelang pencoblosan ini menyebabkan tensi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden meningkat. Kegaduhan juga ikut terjadi. Bahkan, Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief ikut termakan dan menyebarkan informasi hoaks ini. Padahal, setelah ditelusuri informasi ini ternyata hoaks. Faktanya surat suara itu belum dicetak.

Tangkapan Layar CekFakta.Com mengenai Disinformasi kontener surat suara sudah tercoblos

Ada pula hoaks yang terjadi di mana korbannya adalah Ketua KPU (2017-2022) Arief Budiman. Pada 8 Januari 2019 Ketua KPU Arief Budiman jadi sasaran hoaks. dilansir dari cekfakta.com, hoaks beredar bahwa Arief terpilih menjadi Ketua KPU padahal mendapat suara terkecil di DPR dibandingkan komisioner lain. Faktanya, pemilihan ketua KPU dilakukan secara musyawarah di antara 7 komisioner. Selain itu, muncul kabar Arief Budiman adalah saudara Soe Hok Gie, aktivis 1966. Hoaks itu mengesankan Arief beretnis Tionghoa. Faktanya, Soe Hok Gie memiliki saudara Arief Budiman yang juga sosiolog, namun bukan Arief Budiman Ketua KPU.

Tangkapan layar mengenai hoaks yang menyasar Ketua KPU Arief Budiman

Hoaks tersebut di atas merupakan beberapa hoaks yang tersebar dari sekian banyak informasi hoaks pada tahapan pemilu atau menjelang tahapan pencoblosan tahun 2019. Hoaks-hoaks tersebut adalah upaya dari pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mendelegitimasi KPU sebagai penyelenggara pemilu.

Padahal kedudukan KPU sebagai lembaga yang menyelenggarakan pemilu tentu memiliki peran yang sangat besar untuk terciptanya 11 prinsip penyelenggara pemilu, yaitu mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien. Sehingga KPU harus memiliki legitimasi kuat dari masyarakat. Legitimasi yang dimaksud adalah kepercayaan publik terhadap KPU yang menentukan sukses tidaknya pemilu. Terlebih, Indonesia akan menyelenggarakan perhelatan politik akbar tahun 2024 mendatang.

Dilansir dari Kompas.com, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan ada upaya delegitimasi dari sejumlah pihak yang berdampak pada persepsi publik terhadap integritas KPU. Hal ini dibuktikan dengan hasil survei lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dirilis Minggu (10/3/2019). Hasil survei menunjukan bahwa ada 11 persen responden yang menyatakan kurang yakin KPU mampu menyelenggarakan pemilu sesuai aturan. Bahkan, sebanyak 1 persen responden menyatakan tidak yakin.

Respon publik terhadap kepercayaan mengenai integritas KPU ini menurun akibat transformasi hoaks yang begitu masif. Terlebih pada penyelenggaraan Pemilu 2019 kemarin. Oleh sebab itu, penting bagi kita semua untuk memahami dan mengenali informasi hoaks yang berpotensi kembali terjadi pada tahapan pemilu 2024 mendatang.

Berikut Berikut cara mengenali informasi hoaks pemilu yang dapat mendelegitimasi KPU:

Hati-hati dengan judul/isi provokatif

Informasi hoaks biasanya memuat informasi yang sensasional dan mengandung provokasi dan menuding pihak-pihak tertentu. Biasanya isi dari konten hoaks tersebut diambil dari berita resmi kemudian didaur ulang dengan mengikuti persepsi atau kehendak dari si pembuat hoaks.

Misalnya saja hoaks yang beredar mengenai Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersatu memenangkan Joko Widodo dalam Pemilihan Presiden 2019 di media sosial Facebook, Juli 2020.

Penelusuran tim cek fakta Tempo yang dihimpun cekfakta.com mengenai konten hoaks komisioner KPU dan Bawaslu Kumpul di PDIP untuk Menangkan Jokowi dalam Pilpres 2019

Dilansir dari cekfakta.com, Penelusuran tim cek fakta Tempo yang dihimpun cekfakta.com menemukan, foto dengan narasi “Perkumpulan Maling Suara”, sebenarnya foto saat KPU dan Bawaslu berkunjung ke kantor PDIP pada 29 Januari 2018 untuk verifikasi faktual partai politik sebagai syarat mengikuti Pemilu 2019.

Informasi hoaks tersebut merupakan contoh narasi/judul yang dibuat dengan provokasi. Kenali contoh dan narasi yang bisa saja tersebar. Bila menemukan berita dengan judul provokatif sebaiknya mencari referensi berita serupa dari situs berita resmi. Dengan demikian, setidaknya kita sebagai pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.

Cermati Alamat Situs

Cara mengenali informasi hoaks selanjutnya adalah dengan mencermati situs atau website di mana informasi tersebut dibuat. Dengan mencermati serta melakukan verifikasi dari situs tersebut kita bisa mengetahui apakah informasi dimuat bisa dipertanggungjawabkan atau tidak. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi-misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.

Dilansir dari gopos.id, Anggota Dewan Pers, Asmono Wikan menyebut ada sekitar 47 ribu media ada di Indonesia, baik yang profesional maupun yang abal-abal. Sedangkan jumlah media yang telah terverifikasi masih sangat sedikit. Sampai dengan Januari 2023, baru 1.711 media yang telah terverifikasi dewan pers. Artinya, dari jumlah tersebut, situs berita lainnya bisa berpotensi menyebarkan berita palsu yang bisa saja menyudutkan satu pihak.

Periksa Fakta

Langkah yang bisa kita lakukan selanjutnya adalah dengan melakukan pengecekan fakta secara mandiri. Dilansir dari Kilasjambi.com, berikut cara pemeriksaan fakta yang bisa kita lakukan: 

  1. Gunakan mesin pencari seperti google.com. Lalu masukkan kata kunci sesuai informasi yang Anda terima dari media sosial. Misalnya, memeriksa sebaran informasi “Ternyata Presiden Sekarang Ternyata Sebenarnya Kristen”, atau “Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninggal dunia”.
  2. Setelah memasukkan kata kunci, mesin penelusuran akan memunculkan sejumlah situs cek fakta yang telah memeriksa kebenaran informasi tersebut. Baca artikel tersebut hingga selesai, lalu sebarkan tautannya ke media sosial agar keluarga atau kawan-kawan Anda tidak termakan hoaks serupa.
  3. Buka situs cekfakta.com dan masukkan kata kunci sesuai informasi yang ingin Anda cek. Situs cekfakta.com adalah platform untuk melawan hoaks, kolaborasi antara Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia dan Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, bersama 24 media kredibel. Platform tersebut berisi kumpulan artikel cek fakta yang telah dibuat oleh sejumlah media.
  4. Tanyakan ke hotline Whatsapp yang telah dimiliki oleh beberapa organisasi cek fakta yakni Mafindo 0896-8006-0088, Tempo 0813-1577-7057, dan Liputan6.com 0811 9787 670, serta Kompas.com ke tautan berikut https://www.kompas.com/cekfakta.

Ikut serta grup/halaman diskusi anti-hoax

Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage CekFakta.com, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.

Di grup-grup diskusi ini, kita bisa ikut berpartisipasi dalam menanyakan mengenai suatu kebenaran suatu informasi, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. (muhajir/gopos)

Artikel ini merupakan hasil kolaborasi antara gopos.id dan cekfakta.com termasuk di dalamnya AJI Indonesia, AMSI, MAFINDO dan didukung oleh Google News Initiative.

REFERENSI: https://gopos.id/jangan-terjebak-kenali-hoaks-mendelegitimasi-kpu-jelang-2024/

Tinggalkan komentar