Waspada Hoaks Mengintai Pilkada 2024, Kenali Ciri-cirinya

Photo of author

By Adi Syafitrah

OLEH IDHAM KHALID

Berita bohong atau hoaks kerap mewarnai pagelaran kontestasi pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia, baik Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), maupun Pemilihan Legislatif (Pileg)

Berita hoaks seolah virus penyakit yang menyebar di tengah masyarakat terlebih menjelang tahun-tahun politik.

Berkaca fenomenena demikian, Independen.id mencoba menelusuri praktik penggunaan atau penyebaran hoaks yang terjadi di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) yang berkaitan dengan kontestasi Pilkada. Begitu juga contoh hoax dari momen Pilkada dari daerah lain sebagai perbandingan.

Dari penelusuran sejumlah berita bohong yang ditemukan baik sebelum maupun sesudah Pilkada, salah satu contoh yang ditemukan adalah hoaks yang mencatut nama Gubernur NTB Zulkieflimansyah meminta dana pengamanan.

Dalam surat yang beredar di media sosial itu, disebutkan Gubernur Nusa Tenggara Barat meminta bantuan dana pengamanan pelaksanaan Pilkada 2020. Surat itu terlihat ditujukan kepada Presiden Direktur PT Sukses Mantap Sejahtera, Sentosa Setiawan. Surat permintaan dana bantuan Pilkada 2020 tertanggal 9 November 2020 itu juga mendapat cap lengkap dengan kop surat garuda dan tanda tangan dari Gubernur NTB saat ini, Zulkieflimansyah.

Faktanya, Pemerintah Provinsi NTB melalui akun Facebook dan Dinas Kominfo NTB resminya menyebut surat yang beredar terkait permintaan pengamanan Pilkada tersebut hoaks. Pemprov NTB juga menjelaskan surat hoaks itu  sangat mudah dikenali sebagai informasi palsu. Banyak kecacatan dan kejanggalan dalam surat itu seperti penomoran surat, penulisan salam, pengaturan spasi surat dan penulisan nama pejabat yang harusnya lengkap dengan gelarnya.

Berikut tautan klarifikasi dari Kementerian Komunukasi dan Informatika (Kominfo) RI yang telah menyatakan surat tersebut merupakan berita bohong;

https://www.kominfo.go.id/content/detail/30698/hoaks-gubernur-ntb-minta-bantuan-pengamanan-pelaksanaan-pilkada-2020/0/laporan_isu_hoaks

Contoh hoaks lainnya adalah soal surat suara untuk salah satu paslon di Pilkada Lombok Tengah tahun 2020, yang disebutkan sudah tercoblos lebih dulu. Tepatnya, surat suara dimaksud adalah yang terlihat memberikan suara atau coblosan kepada pasangan calon nomor 4, Lalu Pathul Bahri-Nursiah.

Beredar foto di media sosial disertai narasi yang menyebutkan ada surat suara yang sudah tercoblos untuk Paslon nomor 4 Lalu Pathul Bahri-Nursiah di Pilkada Lombok Tengah. Peristiwa tersebut diklaim terjadi di TPS 12, Desa Kabul, Kecamatan Praya Barat Daya, Kabupaten Lombok Tengah.

Faktanya menurut keterangan Bawaslu, yang sebenarnya terjadi adalah seorang warga mengambil swafoto sesaat setelah melakukan pencoblosan di bilik TPS guna diberikan ke tim pemenangan. Baiq Husnawati dari Bawaslu Lombok Tengah menjelaskan bahwa foto itu kemudian disebarkan oleh pihak tidak bertanggung jawab dengan menambahkan narasi berbeda dari tujuan warga pemilih tersebut.

Berikut tautan klarifikasi dari Kementerian Komunukasi dan Informatika (Kominfo) RI yang telah menyatakan surat tersebut merupakan berita bohong;

https://www.kominfo.go.id/content/detail/31367/disinformasi-surat-suara-sudah-tercoblos-untuk-paslon-no-4-pathul-nursiah-di-pilkada-lombok-tengah/0/laporan_isu_hoaks

Kemudian jika berkaca pada Pilkada di daerah lain, ada banyak hoaks yang biasanya menggunakan metode atau taktik serupa, yaitu mengaitkan atau mengklaim adanya dukungan dari tokoh terhadap salah satu paslon. Contohnya seperti yang ditemukan di Pilkada Surabaya tahun 2020.

Dalam postingan seperti yang dimuat di Twitter, ditunjukkan bahwa hoax tersebut sempat beredar antara lain di grup-grup medsos (dalam hal ini Forum RTRW Surabaya). Hoaks yang beredar antara lain memperlihatkan tokoh PDIP yakni Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Tri Rismaharini menunjukkan salam dua jari, seolah mendukung paslon nomor urut 2 di Pilkada Surabaya. (Tautan arsip postingan: https://archive.vn/OeGzH)

Kenyataannya, sebagaimana cek fakta yang telah dilakukan oleh tim Mafindo, gestur Megawati dan Risma itu tidak ada hubungannya dengan Pilkada Surabaya. Foto Megawati di gambar itu, aslinya diambil saat menyampaikan pidato pada pengumuman paslon kepala daerah di Kantor PDIP, Menteng, Jakarta, pada 19 Oktober 2020. Sedangkan foto Risma adalah saat bersama Cawagub Puti Guntur yang menjadi paslon nomor 2 di Pilkada Jawa Timur tahun 2018. (Tautan cek fakta: https://turnbackhoax.id/2020/11/30/salah-foto-megawati-dan-tri-risma-mendukung-paslon-nomor-urut-2-di-pilkada-surabaya-2020/)

Anggota Bawaslu Provinsi NTB Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat (Parmas) Hasan Basri mengungkapkan, fenomena Hoax di media sosial selalu mengintai kontestasi Pilkada di NTB dengan berbagai motif.

Hasan mengungkapkan, pengaturan akun media sosial kampanye telah diatur dalam pasal 47 ayat (3) Peraturan KPU Nomor 4 tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, hingga kini belum ada perubahan.

Dalam PKPU disebutkan pembatasan penggunaan akun media sosial kandidat dalam masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2018 sebanyak lima akun yang harus didaftarkan ke system pencalonan (Silon) KPU.

“Pembatasan itu dilakukan untuk menghindari kampanye hitam, seperti ada orang di luar tim kampanye, juga menghindari fenomena hoaks,” ungkap Hasan, Rabu (15/2/2023)

Kendati PKPU sudah diterbitkan, diakui Hasan menjelang Pemilu di NTB 2018 hingga sekarang kerap muncul akun media sosial mengatasnamakan calon pemilu maupun simpatisan dengan motif menjatuhkan lawan politik.

“Temuan kami ada di 2019 bahkan sampai sekarang, membuat akun mengatasnamakan salah satu calon, tapi akun itu bukan yang terdaftar di KPU. Akun itu bisa untuk kampanye curi star, atau membuat narasi yang yang menyerang lawan politik,” kata Hasan.

Penggunaan akun yang tidak terdaftar di sistem KPU tersebut diduga digunakan lawan politik agar tidak mudah terdeteksi penyelenggara.

“Kita punya temuan itu, tapi kan gak mungkin paslon juga menelanjangi dirinya dengan menggunakan akun yang terdaftar di KPU,” kata Hasan.

Ciri-ciri dan Fenomena Hoaks Daur Ulang

Merujuk pada beberapa contoh tersebut di atas, juga berdasarkan pengamatan terhadap peredaran hoaks di Indonesia maupun di dunia selama ini, dapat diketahui pola atau ciri tertentu dari hoaks yang biasa disebarkan. Hal ini juga terjadi pada hoaks terkait politik, atau khususnya yang berkaitan dengan momen Pilkada.

Beberapa di antara ciri tersebut adalah: pertama, hoaks yang memalsukan surat, entah itu surat resmi pemerintah atau dari lembaga lain. Ini biasanya dilakukan dengan membuat surat palsu yang seolah-olah asli (aspal). Biasanya bila diperhatikan dengan cermat, dapat ditemukan kejanggalan atau beberapa cacat pada surat palsu yang diedarkan tersebut.

Pola atau ciri kedua, adalah hoaks yang mengait-ngaitkan foto atau video, dengan peristiwa yang konteksnya beda, atau dengan tambahan narasi yang sebenarnya tidak nyambung. Contoh surat suara yang disebutkan sudah tercoblos (sebelum pemungutan suara), padahal sebenarnya itu adalah laporan sudah mencoblos (setelah pemungutan suara) ke tim pemenangan, termasuk dalam golongan tipe hoaks ini.

Kemudian ketiga, yang juga lazim ditemukan adalah hoaks dengan ciri-ciri mengaitkan tokoh dengan dukungan terhadap salah satu paslon. Yang sering ditemukan di sini adalah tokoh besar, baik dari pemerintahan, parpol, tokoh agama, seniman dan lain-lain, yang diperlihatkan dengan gestur tertentu (biasanya jari) seolah mendukung paslon yang sesuai dengan gesturnya tersebut. Padahal aslinya, itu adalah bentuk gestur dukungan di kesempatan atau peristiwa yang lain, atau bisa juga sekadar gerakan jari yang kebetulan seolah memberikan dukungan.

Ada beberapa ciri atau tipe hoaks lainnya terkait Pilkada yang bisa ditemukan selama ini, namun dari tahun ke tahun di tiap penyelenggaraan pemilu baik nasional maupun daerah, senantiasa muncul kembali dengan variasi berbeda. Hal ini disebut dengan “daur ulang” atau pengulangan dari pola-pola atau contoh hoaks-hoaks terdahulu, yang memang kerap dilakukan oleh para pembuat dan penyebar hoaks.

Waspada dan Jangan Gampang Terpedaya

Oleh karena hoaks memiliki ciri maupun tipe yang seharusnya sudah bisa dikenali, karena memang kebanyakan sudåah pernah ada atau beredar di momen sebelumnya, maka mestinya masyarakat tidak lagi gampang tertipu. Setidaknya, masyarakat diharapkan bisa lebih belajar dari apa yang sudah pernah beredar/terjadi dan tidak terpedaya kembali, atau setidaknya dapat mengecek kebenaran informasinya sendiri.

Berikut beberapa tips dan saran agar tidak mudah tertipu oleh hoaks, khususnya seputar Pilkada:

1. Jangan gampang percaya begitu saja dengan informasi apa pun di internet.
2. Jika menemukan sebuah informasi, apakah itu postingan di medsos, sharing informasi di grup percakapan, cermati dulu isinya dan pastikan sumbernya.
3. Salah satu jenis hoaks biasanya memiiki kecenderungan memuat kata-kata atau kalimat tendensius yang menyerang (provoikatif) terhadap satu pihak tertentu. Tapi bisa juga sebaliknya, hoaks justru dibuat dengan kalimat atau kata-kata yang mengangkat salah satu pihak yang mereka dukung.
4. Jika si pengunggah atau pembagi informasi itu diragukan kredibilitasnya, sebaiknya langsung waspada. Jika sumber yang mereka cantumkan juga diragukan keaslian atau kredibilitasnya, maka jangan langsung percaya juga.
5. Cek informasi dengan mengetik kata kunci pada mesin pencari Google, dan temukan berita sahih atau keterangan resmi mengenai hal tersebut. Sering kali, sudah akan ditemukan klarifikasi atau bahkan hasil cek fakta yang lengkap dengan penjelasannya, jika informasi tersebut cukup berdampak atau signifikan.
6. Cek melalui situs-situs pemeriksa fakta seperti Cekfakta.comTurnbackhoax.id, atau situs Kominfo, atau juga dari media-media kredibel yang biasa melakukan cek fakta.

REFERENSI: https://independen.id/read/cek-fakta/1254/waspada-hoaks-mengintai-pilkada-2024-kenali-ciri-cirinya/

Tinggalkan komentar